BANDUNG – Semangat untuk berkehidupan Islam dalam semua aspek (kaffah) dan berkedaulatan secara sempurna merupakan cita-cita terpuji jika keinginan tersebut lahir dari kejujuran dan keikhlasan hati, bukan karena frustasi melihat keterpurukan umat Islam serta hegemoni Barat yang menembus sumsum kehidupan umat yang paling dalam. Rasa frustasi dunia Arab atas dominasi Barat sejak akhir abad 19 makin dalam saat kaum Yahudi memproklamirkan berdirinya negara Israel di Palestina tahun 1948. Kekalahan koalisi negara-negara Arab pada perang Arab Israel tahun 1967 meninggalkan luka yang dalam. Pemikir-pemikir Arab dengan sangat emosional menggambarkan kekalahan perang tersebut sebagai bukti adanya kesalahan dalam merumuskan persoalan budaya, agama dan politik di dunia Arab (Yoyo, 2017: 18).
Muhammad ‘Abid alJabiri seorang pemikir dari Maroko mengatakan: “…pemikiran Arab merefleksikan realitas Arab sebagai aspirasi bagi proyeksi masa depan, merefleksikan dan mengekspesikan hambatan, rintangan dan penyebab kemunduran yang sedang dihadapi bangsa Arab” (al-Jabiri, 2001: 13-14! 2011: 6 dalam Yoyo, 2017: 16). Tegasnya pemikiran Arab kontemporer merupakan refleksi atas rasa frustasi dan kekecewaan terhadap kemunduran yang sedang dihadapi bangsa Arab. (Yoyo, 2017: 16). Dari rasa frustasi ini lahir ide-ide radikal sebagai jalan keluar, solusi bagi kebangkitan bangsa Arab dan Islam. Keinginan dan harapan akan kebangkitan Arab dan Islam menghasilkan berbagai konsep-konsep ideal. Khilafah di antaranya.
Mendirikan Khilafah jalan kebangkitan Arab-Islam diusung oleh Syaikh Taqiyuddin an Nabhani pendiri Hizbut Tahrir dipengaruhi oleh faktor kegagalan-kegagalan pejuang Arab-Islam berdasarkan pengamatan dan analisa beliau. Analisanya ditulis dalam kitab Mafahim Hizbut Tahrir, at-Takattul Hizbi, Dukhul Mujtama, Tahrik Siyasi, Nuqthatul Intilaq, dll. Pada konteks ini Khilafah merupakan self-image world yaitu sebuah pemikiran ideal (teoritis) yang ingin diwujudkan berdasarkan konsep yang dibangun Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani sesuai situasi dan kondisi, ruang dan waktu ketika Hizbut Tahrir didirikan (1953-1955). Perang dingin blok Barat yang berideologi kapitalisme melawan blok Timur yang berpaham sosialisme komunisme ketika itu mulai memanas. Agaknya Syaikh Taqiyuddin an Nabhani membuat sintesis dari kedua blok itu yakni Islam ideologis.
Tampilkan Semua