CILACAP.INFO – Pekerja Pertamina Refinery Unit IV Cilacap, Jawa Tengah, yang tergabung dalam Serikat Pekerja Pertamina Patra Wijaya Kusuma (SPPPWK) Cilacap menolak calon direksi maupun komisaris yang memiliki rekam jejak buruk.
Penolakan tersebut disampaikan SPPPWK Cilacap saat menggelar konferensi pers di Sekretariat SPPPWK Cilacap, Gedung Patra Graha, Cilacap, Senin.
Saat membacakan pernyataaan sikap, Ketua Bidang Informasi dan Komunikasi SPPPWK Bimada Gurit P. mengatakan Serikat Pekerja Pertamina adalah organisasi yang independen, profesional, serta tidak berafiliasi pada kelompok dan kepentingan tertentu, hanya tunduk pada anggaran dasar/anggaran rumah tangga (AD/ART) organisasi.
Menurut dia, SPPPWK bersama anggota Serikat Pekerja Pertamina di seluruh Indonesia masih solid di bawah koordinasi Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB).
“Sebagaimana sebelumnya, SPP.PWK berkomitmen untuk selalu kritis dalam proses pemilihan jajaran direksi/komisaris untuk mendapatkan jajaran direksi yang jujur, kuat, berani, dan tidak lagi mencari kekayaan dari jabatannya, jauh dari kepentingan politik dan kekuatan tertentu, mengutamakan kepentingan perusahaan dan negara, aspiratif terhadap suara dan kepentingan pekerja,” katanya.
Ia mengatakan serikat pekerja tidak berkepentingan menolak masuknya orang per orang, namun menolak dengan tegas karakter, sikap, dan latar belakang yang tidak sesuai dengan kebutuhan dalam jajaran direksi/komisaris Pertamina.
Menurut dia, serikat pekerja menolak tegas siapa pun calon direksi yang memiliki rekam jejak buruk, yang masih tersangkut kasus korupsi, serta para calon yang secara hukum pernah berstatus sebagai narapidana.
“Sikap penolakan serikat pekerja tersebut semata-mata didasari pada tuntutan profesionalisme, berdasarkan Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-03/MBU/2015 dinyatakan bahwa siapa pun yang masuk ke jajaran direksi/komisaris harus mempunyai keahlian, integritas, kepemimpinan, pengalaman, jujur, berperilaku yang baik, serta berdedikasi yang tinggi untuk memajukan dan mengembangkan perusahaan,” kata Bimada.
Ia mengatakan serikat pekerja mendorong Kementerian BUMN dengan nakhoda Menteri BUMN yang baru untuk tidak lagi melempar wacana yang menimbulkan polemik di masyarakat.
Menurut dia, hal itu karena masih banyak pekerjaan rumah BUMN, baik terkait dengan sinergitas antar-BUMN maupun BUMN yang masih merugi, yang perlu segera diselesaikan, serta mendorong lahirnya gagasan-gagasan besar untuk memajukan BUMN agar terpandang di tingkat nasional maupun internasional.
“Kepada seluruh anggota SPPPWK, pekerja Pertamina RU IV, dan masyarakat agar tidak terpancing dengan berita-berita yang menggoreng isu seolah-olah sikap Serikat Pekerja terhadap proses pemilihan dewan direksi dan jajaran komisaris didasarkan unsur SARA. Framing seperti ini mengerdilkan perjuangan FSPPB yang telah terbukti selalu mengawal setiap kebijakan demi tetap terjaganya eksistensi bisnis Pertamina,” katanya.
Penasihat SPPPWK B.H. Ristantyo mengatakan SPPPWK tidak akan mengambil langkah di luar yang telah digariskan dari federasi.
“Itu karena semua konstituen, yakni 19 serikat pekerja di bawah FSPPB adalah satu derap langkah dan satu perkataan, satu tujuan yang sama,” katanya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal SPPPWK Cilacap Dwi Jatmoko mengatakan telah banyak yang dilakukan oleh serikat pekerja, namun baru kali ini menjadi heboh.
“Kenapa kok hal-hal yang sama, yang pernah dilakukan kami, kok baru sekarang sangat hebohnya. Itu yang memberi keprihatinan kepada kami sehingga itu sedikit mengganggu kenyamanan kami dalam bekerja,” katanya.
Oleh karena itu, kata dia, pihaknya menggelar konferensi pers untuk menyampaikan bahwa serikat pekerja selalu bersikap kritis sejak tahun 2014.
Menurut dia, penolakan terhadap calon direksi/komisaris seperti yang dimaksud oleh serikat pekerja itu disebabkan Pertamina merupakan perusahaan bonafide yang sudah termasuk global fortune.
“Apa jadinya kalau komisaris, direksi, diisi oleh orang-orang yang tidak kompeten, yang rekam jejaknya sangat diragukan,” katanya.
Disinggung mengenai Presiden FSPPB Arie Gumilar yang menjadi sorotan di media sosial, dia mengatakan pihaknya tidak mau mengomentari hal tersebut karena itu sudah menyangkut perorangan.
Dia mengaku tidak mau mempercayai hal-hal yang tidak memiliki dasar termasuk jika disebar melalui media sosial dengan nama yang tidak jelas.
Dalam sejumlah pemberitaan termasuk cuitan di media sosial, Presiden FSPPB Arie Gumilar disebut-sebut mengikuti aksi 212 dan terlibat utang pada salah satu tempat karaoke di Cilacap maupun berbagai komentar miring terkait sosok mantan Ketua SPPPWK Cilacap itu. (Antara)