Saya kira mempublish berita selama dalam koridor tak merugikan orang lain maka tak mengapa, bukan hanya di media cyber saja.
Apa hanya di Cilacap yang begitu awam di dunia blogger atau dunia website sehingga hal itu terasa fenomena baru.
Di malang ada Jurnalmalang, sebuah portal citizen journalism, di cilacap ada cilacap.info.
Seorang Blogger dan Citizen Journalism mampu membuat berita 5 W 1 H layaknya jurnalis di media terverifikasi dewan pers. Hanya saja memang bukan jurnalis di media resmi.
Ada sebuah kisah lucu yang kami terima di fanpage, yang entah itu benar dari pihak keluarga (korban).
Dia menyuruh kami menghapus foto yang katakanlah tidak menunjukan foto anggota badan melainkan yang ada hanyalah foto kemacetan.
Lalu menyuruh kami untuk menghapus, maka kami menghapusnya.
Sebelumnya, dia menanyakan pada kami, terkait postingan dan menganggap kami di sebuah group fp tidak ada jurnalisnya di media resmi.
Padahal, ada ex Journalist, Ex Radio, dan ada yang merupakan jurnalis media cyber terverifikasi dewan pers.
Bagaimana mungkin admin FP di suruh mengenalkan data diri bahwa ada di media cyber.
Dan suatu hal lagi, Jurnalis memangnya tidak boleh jadi Citizen Journalism atau Blogger.
Padahal ada banyak journalist pos di media citizen journalism seperti kompasiana. Atau buat blog sendiri seperti kang Romeltea yang diketahui pernah jadi wartawan Pikiran Rakyat.
Bahkan ada juga jurnalis atau wartawan yang memang awalnya seorang blogger.
Diketahui, blogger juga tak kalah keren dalam membuat artikel, seperti artikel misteri, atau membuat berita dalam sudut pandang berbeda. Bahkan menangkal hoax, seperti blog enigma blogger.
Sedikit bercerita, Misal di Cipularang ada sebuah peristiwa, maka ngga salah juga ada media yang memanfaatkan ke viralan jalan tersebut dengan sudut pandang berbeda. Contohnya kisah seram cipularang.
Tak sedikit padahal artikel seram malah ada di blog terlebih dahulu atau di forum-forum, Bahkan media sosial.
Suatu hal yang aneh itu jika hal itu dipublish di media resmi maka ngga dihapus ngga apa, tapi di media sosial atau blog tak boleh.
Padahal tak ada nama, inisial, anggota tubuh pun tak ada.
Kalau di media resmi meski diwartakan sepenake dewek, tanpa blur dan bernama lalu ada apakah dengan dia yang dia media sosial, mereka yang di blog malah tau aturan.
Suatu hal yang trending terkadang difokuskan oleh para pemilik media, entah itu media online cyber resmi atau blog biasa.
Bahkan tak sedikit suatu media resmi mewartakan yang seharusnya dengan norma dan etika, seperti menyamarkan nama apabila orang tersebut bunuh diri dan mengeblurnya.
Namun ada media yang justru masa bodo dengan itu, Bahkan nama dicantumin di suatu media hingga alamatnya lengkap.
Bahkan tak sedikit dari berita tersebut dikomentari, bahwa nulis berita namanya tanpa inisial. Namun hal itu terus berlanjut seolah tak peduli.
Suatu hal lagi, kami tak pernah menyebut FP, web dengan menamakan diri sebagai media resmi, namun media citizen journalism yang sedang berproses.
Hal itu sangat jelas, Bahkan ada about, ada tulisan di media sosial yang jika di scroll ada banyak sekali tulisan yang menerangkan tentang sebuah akun media sosial, tentang web, dan non komersil.