Karakter Keempat, murid-murid akan menyediakan diri untuk menunjang keperluan umum!
Karakter Kelima, kekuatan batin dididik, kecerdasan rohani diperhatikan dengan sesungguh-sungguhnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya akan dipergunakan untuk keperluan umum.
Karakter kebangsaan, kemanfaatan bagi lingkungan dan inisiator perubahan di masyarakat yang disampaikan Dr. Soetomo hampir seratus tahun lalu ini terbukti sesuai dengan perumusan ulang karakter pendidikan pesantren yang dirumuskan ulang oleh kalangan pesantren belakangan. Buah dari sistem pendidikan pesantren yang secara konsisten dilakukan dari masa ke masa membuat lembaga ini dan alumninya memiliki kecenderungan untuk menjadi sosok yang bermanfaat bagi orang lain, bagi masyarakat, bagi bangsa dan bagi semesta.
Proses pembelajaran nilai yang dibangun dalam pendidikan pesantren ini begitu dahsyat karena tumbuh bersama jatuh bangunnya bangsa ini, dan mendarah daging sebagai metodologi berfikir (manhajul fikri) kaum santri, yang terus mewarnai kiprah mereka di mana pun mereka berada dan sampai kapan pun. Ideologisasi dan ketangguhan yang demikian intens dibangun inilah yang menjadi keunggulan pesantren. Bahkan Martin Van Bruinessen menyebut tradisi pendidikan pesantren dengan sebutan tradisi agung (great tradition), karena kedudukannya sebagai transmitter kitab-kitab dan ajaran klasik kepada umat Islam dari generasi ke generasi.
Genealogi Keilmuan
Yang seringkali menjadi pertanyaan kemudian adalah dari mana asal sistem pendidikan pesantren? Puluhan –Bahkan mungkin ratusan— peneliti, baik orientalis barat maupun timur dan lokal, mendatangi pesantren untuk mencari jawabannya. Kalangan sendiri tidak banyak yang mampu menjawab secara tepat dan terperinci mengenai jalur pewarisan sistem pendidikan dan keilmuannya.
Banyak versi yang dikemukakan para peneliti dan penulis kepesantrenan, tentang asal muasal bentuk pendidikan ala pesantren. H.J. De Graaf dan Th.G. Pegeaud, misalnya, menduga pesantren merupakan islamisasi dari dua bentuk pendidikan kuno di Jawa, yakni Mandala dan Ashram. Belakangan pendapatan yang sama juga dikemukakan Ahmad Baso, penulis serial Pesantren Studies yang mendasarkan pendapatnya pada Kitab Tantu Panggelaran.