Oleh : Aji Setiawan – PURBALINGGA
Yang menjadi pertanyaan besar hari-hari belakangan ini menjelang new normal, paska PSBB Covid-19 adalah Industri-industri apa saja yang akan bertahan di masa depan? Pertanyaan ini sangat penting bagi pembuat keputusan sebelum menentukan langkah bisnis. Kita perlu mengenal seperti apa di masa depan, sehingga keputusan-keputusan bisnis bisa diambil dengan baik.
Pertama-tama, sebaiknya kita berangkat ke masa depan saat ini juga. Bagaimana caranya? Mulailah dengan mengunjungi first world countries, yaitu negara-negara maju. Negara maju terdekat adalah tetangga kita sendiri: Singapura. Idealnya, Anda kunjungi minimal lima negara maju di berbagai benua sebelum mengambil kesimpulan seperti apa masa depan itu. Empat negara maju lainnya seperti AS, Australia, Inggris, dan Korea Selatan, misalnya.
Bandingkan bagaimana warga menjalani kehidupan sehari-hari mereka, kenali kelebihan dan kekurangan kelima negara tersebut berdasarkan pengalaman Anda. Pasti terasa berbeda.
Silahkan Anda catat keunikan-keunikan yang dirasakan. Mengapa mengunjungi negara-negara maju adalah perjalanan kita ke masa depan? Gaya hidup, teknologi, dan prioritas yang dihadapi di negara-negara maju saat ini akan kita hadapi ketika peradaban kita telah mencapai tahap serupa. Ini ibarat time traveler, tentu dalam makna figuratif.
Kedua, kenali masalah-masalah di negara-negara maju, karena pada substansinya, setiap produk memberi solusi bagi problem. Beberapa masalah klasik mereka adalah: berusaha lebih dari apa yang kini dimiliki, stres akan berkurangnya lahan dan tempat tinggal, stres akan tidak cukupnya waktu untuk beraktivitas, stres karena terlalu lelah, tingginya angka perceraian dan rendahnya kualitas hubungan antar manusia, kesepian, dan lingkungan hidup yang semakin rendah kualitasnya.
Di tahun 2050, diperkirakan akan ada 6 miliar orang tinggal di daerah urban, sehingga overcrowdedness dan affordable housing menjadi masalah utama. di tahun 2016 ini saja, Jakarta dan kota-kota besar Indonesia, dua masalah ini sangat mempengaruhi kualitas hidup warga. Bayangkan apabila ada dua kali lipat jumlah warga yang tinggal di daerah urban Indonesia.
Bagaimana suatu produk memberi solusi bagi persoalan-persoalan di masa depan merupakan jawaban bagi industri-industri apa saja yang akan bertahan di masa depan.
GoJek dan GrabBike mungkin paling sesuai di masa kini bagi mereka yang tinggal si ibukota Indonesia, mengingat buruknya sistem transportasi publik yang ada. Ketika suatu produk menjawab persoalan saat itu, maka bisa diprediksikan besarnya efek ledakan.
Pertama, berhubungan dengan data dan algoritma. Hampir semua unit bisnis, manajemen, dan operasional bisnis kini dihubungkan dengan Internet dan analisis berbasis komputer. Data dan algoritma telah menjadi bagian hidup sebagaimana bernafas dan makan minum. Dibutuhkan: Jasa data crunching dan Research & Development.
Kedua, berhubungan dengan peningkatan kualitas hidup dan kesehatan fisik, psikis, dan emosional. Berbagai profesi yang menurunkan stres dan meningkatkan kesehatan diprediksikan akan bertahan terlepas kondisi ekonomi makro dan regional, mengingat semakin kompleks kehidupan, manajemen stres dan kesehatan pribadi semakin urgen. Dibutuhkan Industri kesehatan, konsultasi kesehatan/psikologi, dan alat-alat kesehatan.
Ketiga, berhubungan dengan peningkatan kualitas ekologi. Berbagai bentuk substitusi sumber daya alam yang diperbaharui seperti solar power, wind power, water power, dan nuclear power, semakin umum dan ini berarti berbagai produk B2B yang mendukung industri ini menjadi kebutuhan pokok. Dibutuhkan: Industri riset, konsultasi ekologi, dan konsultasi manajemen.
Keempat, berhubungan dengan peningkatan kualitas pemeliharaan, baik manusia, hewan peliharaan, maupun instrumen teknologi. Dibutuhkan: bisnis-bisnis yang menciptakan otomatisasi maintenance maupun jasa pemeliharaan, seperti nursing home, pet boarding hotel, dan mechanical maintenance.
Kelima, berhubungan dengan kehidupan sehari-hari, termasuk sandang, pangan, papan, grooming, transportasi, dan jasa-jasa lainnya. Ini sangat bervariasi tergantung kebutuhan individu dan institusi. Dibutuhkan: bisnis-bisnis jasa seperti app-based AirBnB, Uber, dan GoJek. Juga bisnis-bisnis yang berhubungan dengan jasa keuangan yang memberi keuntungan.
Prinsipnya, bagaimana peradaban yang lebih maju berada di suatu titik waktu, ke situ pulalah kita akan berada. Kapan? Ini masih merupakan tanda tanya, karena velositas perkembangan suatu peradaban berbeda dari perkembangan peradaban yang lain.
Tantangan Era Industri Masa depan ini pada dasarnya telah diperkenalkan di Jerman sejak 2011. Beberapa teknologi utama yang mendukung implementasi industri masa depan adalah intelegensi buatan, human machine interface, IoT, robot, dan teknologi 3D.
Tantangan yang sekaligus menjadi pertanyaan, dapatkah manusia menyesuaikan diri dengan transformasi luar biasa ini? Nyatanya ada tantangan yang cukup besar dalam menjalankan industri msa depan yang lebih dikenal dengan era industri 4.0 untuk setiap negara. Beberapa di antaranya membangun infrastruktur, kebijakan, dan standar keselamatan yang tepat. Tanpa dasar yang layak, bisa jadi negara akan sulit memanfaatkan buah hasil dari revolusi ini.
Di Indonesia, industri 4.0 sering disebut juga sebagai Making Indonesia 4.0. Istilah ini sebenarnya mengandung makna positif dan dapat memicu perkembangan Indonesia serta merevitalisasi industri nasional secara keseluruhan, baik dari keseluruhan pihak mulai dari pemerintah hingga masyarakat. Selain Thailand dan Vietnam, Indonesia juga memiliki optimisme yang signifikan terhadap prospek industri 4.0, terutama di sektor ekonomi berbasis manufaktur.
Menurut Yeo Siang Tiong, General Manager for Southeast Asia at Kaspersky, optimisme semacam ini juga diiringi dengan sedikit kecemasan. Misalnya,pertanyaan singkat mengenai bagaimana negara-negara kepulauan seperti Indonesia berjuang menangani industri 4.0 secara merata?
Faktanya, ketimpangan infrastruktur tidak hanya dialami negara-negara kepulauan, Bahkan negara seperti Jerman merasa kesulitan menyediakan infrastruktur digital secara merata ke semua bagian negaranya.
Betul bahwa ada banyak hal yang mampu dieksplorasi Indonesia dalam menghadapi industri 4.0 untuk pembangunan nasional yang lebih baik. Misalnya, memberdayakan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) melalui teknologi dengan fasilitas platform e-commerce, kemudian memajukan jaringan internet berkecepatan tinggi, pusat data cloud, manajemen keamanan dan infrastruktur broadband untuk mendukung pengembangan infrastruktur digital nasional. Namun selain itu, satu pilar penting dari perjalanan Indonesia menuju industri 4.0 lainnya adalah keamanan internal control system (ICS).
Laporan Kaspersky ICS CERT terbaru menunjukkan, Indonesia berada di peringkat keenam di Asia Tenra sebagai wilayah dengan infeksi terbanyak. Dengan persentasi sebesar 43,2% dari komputer ICS yang infeksinya diblokir selama enam bulan terakhir pada 2018.
Yeo berkata, “Aktivitas siber berbahaya pada komputer ICS dianggap sebagai ancaman yang sangat berbahaya karena berpotensi menyebabkan kerugian materi dan penghentian produksi dalam pengoperasian fasilitas industri. Serangan yang telah Kaspersky hadang membuktikan kehadiran internet di infrastruktur perusahaan ternyata menjadi peluang emas bagi pelaku kejahatan siber untuk melakukan aksi mereka.”
Serangan tersebut berhasil karena kurangnya kemampuan keamanan siber di antara karyawan, yang seharusnya dapat dicegah dengan pelatihan dan kesadaran tinggi dari staf itu sendiri. Pencegahan ini Bahkan lebih mudah daripada mencoba menghentikan aksi para pelaku kehajatan siber.
Industri 4.0 adalah pedang bermata dua, hadir dengan dukungan sistem nirkabel hingga proses dan komunikasi yang lebih cepat, sekaligus konsekuensi serangan siber yang merugikan. Mengingat Indonesia adalah negara ke-6 di dunia yang terkena dampak penargetan ICS pada 2018, berikut ini beberapa rekomendasi untuk menghadapi industri masa depan itu.
Sebuah pembaruan industri dengan menggunakan teknologi digital yang memungkinkan upaya bisnis untuk melakukan transformasi kepada core operation, pengalaman pekerja dan pelanggan mereka, dan pada akhirnya juga mengarah pada pembaruan model bisnis mereka. Dengan demikian, sebuah perusahaan dapat meningkatkan efisiensi baru di berbagai aspek, mulai dari riset & pengembangan, engineering, proses produksi, manufaktur, dan juga fungsi support, dimana semuanya itu akan didukung oleh sebuah sistem, proses, sensor dan tingkat intelejensi baru secara terintegrasi.
Pengalaman pekerja dan konsumen ditata dan dikembangkan ulang secara lebih personalize dan advance seperti misalnya immersive, augmented dan virtual reality. Hal menarik lainnya adalah dengan adanya ekosistem yang lebih baik, yang memungkinkan produk, servis dan mesin-mesin industri menjadi lebih terkoneksi satu sama lain, akan memungkinkan untuk memperoleh adanya bisnis model baru dan revenue stream baru.
Sebagai penggerak dari digitalisasi value chain yang menyeluruh, Industri X.0 dapat berpesan besar untuk mengoptimalkan peluang untuk memimpin di era ini. Namun, bagi banyak perusahaan, tantangan terbesar adalah kemampuan untuk melepaskan diri dari nilai-nilai lama yang sudah tertanam di dalam bisnis inti mereka, dan secara bersamaan menghadirkan inovasi dan potensi pertumbuhan dari model bisnis digital yang baru.
Dari 1,000 perusahaan yang telah mengikuti market research Accenture, 99% dari mereka menunjukkan ambisi yang tinggi akan datangnya Industri X.0. 64% setuju bahwa kegagalan memanfaatkan komponen digital akan menyebabkan mereka untuk susah bertahan. 92% ingin memberikan pengalaman baru melalui produk yang canggih dan saling berhubung.
Namun ironisnya, hanya 44% yang mampu untuk mendorong dan membuat perkembangan baru dalam perusahaannya, dan 34% yang mampu untuk melakukan transformasi dari inti bisnis perusahaan mereka. Dan pada akhirnya, hanya 13% yang sukses melakukan keduanya. Perusahaan tersebut mampu untuk mendorong efisiensi produksi dari inti bisnis dan membuat perkembangan baru melalui lini bisnis baru.
Agar supaya perusahaan dapat sukses dalam menerapkan transformasi digital, terdapat enam kapabilitas yang dibutuhkan perusahaan: (1)Transform core, yaitu proses digitalisasi dan integrasi semua proses yang ada, meliputi engineering, produksi, dan fungsi support lainnya untuk mencapai hasil yang lebih efisien. Kedua, Fokus kepada hasil akhir yang ingin dicapai, dengan cara berorientasi kepada nilai sehingga bisa mendapatkan diferensiasi yang akhirnya membuat perusahaan bisa memimpin dalam persaingan. Ketiga, Merekayasa ulang sebuah ekosistem yang baru, termasuk juga di dalamnya untuk mengembangkan mitra bisnis yang baru yang dapat membantu dalam menyokong inovasi dan kapabilitas baru. Keempat, Upaya inovasi untuk model bisnis baru, yaitu meciptakan revenue stream yang baru. Kelima, Membangun, meningkatkan dan memperbarui tenaga kerja yang baru yang lebih kompeten dan adaptable. Keenam,. Manage wise pivot, proses manajemen yang berkesinambungan untuk menyelaraskan investasi antara bisnis inti yang saat ini sedang dilakukan dan bisnis baru yang sedang dikembangkan.
Dengan mempertimbangkan keenam kapabilitas dalam proses bisnis, maka diharapkan terjadi transformasi yang selaras dengan kebutuhan industri ke depan.
Penulis alumnus Jurusan Teknik dan Manajemen Industri, Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia Yogyakarta.