Oleh : Aji Setiawan, ST – Pilkada Purbalingga yang akan berlangsung pada 9 Desember 2020 dipastikan baru dua kandidat utama yang akan maju dalam bursa Cabup-Cawabup, yakni pasangan Tiwi-Dono (PDI-P dan P Golkar) dan Oji-Zeni (PKB,PPP, Demokrat, Nasdem).
Untuk mengimbangi pertarungan vis a vis pertahana Tiwi vs Oji, bisa saja muncul poros baru yakni poros ketiga. Poros ketiga ini memang banyak diprediksi sangat tipis kemungkinannya karena tinggal mengharap P Gerindra (6 kursi), PAN (4 kursi) dan PKS (4 kursi) dan gabungan partai kecil. Bahkan poros ketiga oleh sebagian partai politik yang ada di Purbalingga akan menjadi “Bagongan Politik” ataukah menjadi kuda hitam penentu Pilkada?
Terdapat tiga partai yang bakal menjadi pemegang kunci terbentuknya poros ketiga dilihat dari jumlah kursi di parlemen dan hasil Pilkada serentak Pilkada Purbalingga yakni Partai Gerindra, PAN dan PKS. Berdasarkan jumlah kursi di parlemen Partai Demokrat bakal tetap menjadi pemegang kunci pembentukan poros ketiga dengan 14 kursi DPRD II Purbalingga, memang sangat cukup mengajukan calon Bupati dan Wakil Bupati Purbalingga.
Poros ketiga aktornya masih bisa berubah dari para petinggi ketiga Partai tersebut, yakni Adi Yuwono (P Gerindra), Mugo Waluyo (PAN) dan Karsono (PKS). Ya sudah barang tentu poros ketigamasih memungkinkan memunculkan calon di luar ketiga calon kuat yang bisa bertarung untuk mengimbangi Tiwi Vs Oji.
Ini masih terlalu cair tapi ada kecenderungannya ingin ada perubahan. tinggal bagaimana elite partai melakukan manuver dan negosiasi yang canggih untuk bisa mengkerucutkan poros itu.
Menurutnya hasil yang diperoleh oleh partai-partai pemuncak di Pilkada 2019 tidak terlalu menggambarkan kontribusi partai terhadap Pemilu 2019. Kemenangan yang diperoleh oleh kandidat Pilkada 2020, tidak sepenuhnya menggambarkan kekuatan dari mesin partai di daerah tersebut.
Loby politik yang gencar dilakukan pasangan Oji-Zeni dengan elit partai Koalisi Pelangi, bisa membuat ambyar koalisi ketiga akan dibangun. Akan tetapi kekecewan terhadap sikap politik elit pimpinan politik DPP Pusat, bisa membuat poros ketiga yang ada di Purbalingga berkonsolidasi dengan merapatkan dan mensolidkan barisan dari kalangan PKS, PAN, P Gerindra dan Partai kecil.
Sekali lagi peluang poros ketiga memang kecil, bukan berarti peluang itu kemudian merasa dinisbikan dan menutup peluangnya sendiri. Justru peluang itu mestinya dimanfaatkan oleh kelompok poros ketiga, di luar pendukung Tiwi dan Oji, sebagai mekanisme memutar roda demokrasipolitik yang ada di tingkat lokal. Tentu peluang poros ketiga itu masih ada, jika ditopang visi dan misi yang kuat untuk membangun Purbalingga ke depan. Peluang memunculkan poros baru itu masih sangat besar mengingat jadwal pematangan pendaftaran Cabup dan Cawabup masih di kisaran Agustus-September.
Sementara pertarungan Tiwi dan Oji, sampai saat ini belum menajamkan pertarungan wacana visi dan misi dalam membangun Purbalingga. Pertarungan wacana yang berkembang saat ini dari pertarungan Oji dan Tiwi selama ini yang terjadi di ruang media sosial dan media publik adalah pertarungan vis a vis pertahana melawan non pertahana bukan pertarungan wacana visi dan misi.
Ruang pertarungan wacana itu mestinya menjadi harapan dan peluang bagi partai-partai yang belum terakomodasi dalam pertarungan balon Cabup dan Cawabup yang sudah ada, untuk memunculkan suasana baru dari panasnya suhu politik yang ada di Purbalingga. Sungguh, kemunculan poros ketiga di Pilkada di Purbalingga mestinya kita sambut positif thingking, rasa khusnudhan bukan prasangka adanya Bagongan politik dari cukong besar untuk memupus salah salah kandidat karena dengan munculnya pasangan baru, bisa memperkecil salah satu kandidat tertentu.
Wacana membentuk poros politik ketiga atau poros baru untuk pertarungan politik pada Pilkada tahun 2020 merupakan hal positif bagi pertumbuhan demokrasi politik Indonesia dan demokrasi politik di tingkat lokal yang ada di Purbalingga khususnya.
Prinsip saya, semakin banyak calon maka memberikan semakin banyak alternatif bagi pemilih. Ketika pemilih punya banyak alternatif, akan bisa menciptakan kompetisi lebih kompetitif. Harapan poros baru menjadi opsi alternatif yang bisa menyerap aspirasi para pemilih. Ini dapat memicu partisipasi rakyat yang lebih besar dalam pemilihan umum dengan beragam pilihan di dalamnya. Harapannya, koalisi atau poros yang tercipta adalah poros dan koalisi pencalonan yang betul-betul punya tujuan untuk memberikan kompetisi jujur dan berpihak pada kepentingan publik.
Selain itu, publik terlalu dini dalam menilai apabila poros ketiga ini terbentuk, kesempatannya untuk menang bakal tetap sulit. Ada juga alasan karena partai-partai inisiator poros ketiga, seperti PAN, PKS dan Gerindra dan Gabungan partai kecil tidak memiliki tokoh yang mumpuni untuk diusung. Maka poros ketiga ini akan menjadi kuat, jika tokoh yang diusung memiliki daya alternatif bisa menyatukan berbagai tokoh lintas partai.
Memang poros ketiga bisa muncul dalam hitungan hari, berkoordinasi dan menghitung ulang untuk menyusun peta kekuatan baru. Tentu dengan langkah dan strategi yang tidak biasa untuk menggerakan mesin partai dan sekaligus mempertajam visi dan misi.
Namun sekali lagi, peta politik bisa berubah dalam sekejap di mana kemauan dan kendaraan politik bisa tahu kemana harus berlabuh. Peta politik menjadi mudah dibaca ketiga Partai Gerindra tiba-tiba saja bisa bergabung dengan pasangan Oji-Zeni. Maka peluang poros ketiga itu menjadi sangat kecil karena tinggal PAN, PKS dan gabungan partai kecil sudah tertutup peluang untuk mengajukan calonnnya. Maka pertarungan pilkada hanya akan memunculkan dua peta pertarungan besar pertahana melawan non pertahana. Publik Purbalingga tengah menunggu dinamika politik di Purbalingga dalam menentukan pemimpin melalui Pilkada 2020 yang bakal digelar 23 September mendatang. Lobi-lobi di tingkat elit politik saat akan memberikan dampak besar dalam kepemimpinan Purbalingga 2020-2024 mnmang.
Setidaknya ada dua hal yang ditunggu oleh publik saat ini. Pertama adalah kompisisi koalisi partai politik. Dan yang kedua adalah siapa yang akan diusung oleh partai koalisi partai.
Ada dua partai yang bisa mengusung calon sendiri yakni PDI Perjuangan dan PKB. Meski demikian, sulit untuk memenangkan kontestasi Pilkada jika tidak menggandeng partai lain untuk berkoalisi.
Platform nasionalis – religius dalam komposisi koalisi tersebut, menurutnya sangatlah ideal untuk memimpin Purbalingga ke depan mengingat kedua elemen tersebut sama-sama memiliki basis yang Purbalingga.
Sementara terkait peta koalisi yang lain yang sudah mulai tampak muncul ke publik Bahkan sejak beberapa waktu lalu adalah koalisi Golkar- PDI Pyang nampaknya akan sama-sama mengusung kembali pasangan petahana Tiwi dan Dono.
Kita tahu sendiri beberapa waktu lalu PDI P sebagai kekuatan politik yang cukup besar di Purbalingga telah mendeklarasikan diri untuk kembali mengusung petahana dengan harapan akan dapat mengulang sukses Pilkada 2015 lalu.
Dalam Pilkada nanti hanya akan muncul dua poros besar yang tentu saja akan membuat kontestasi lima tahunan tersebut akan semakin ramai. Dua poros besar tersebut adalah poros PDI Perjuangan dengan mitra koalisinya P Golkar serta poros PKB dengan mitra koalisinya PPP, Nasdem dan Demokrat.
Melihat kondisi hari ini rasanya akan sulit jika nantinya muncul poros ke tiga meskipun kemungkiannya masih sangat terbuka. Jika poros ketiga muncul, yang paling memungkinkan adalah poros Gerindra, PKS, PAN meskipun kemungkinannya masih sangat kecil.
Partai-partai tersebut jika membangun koalisi bersama akan sulit, langkah yang paling realistis adalah dengan menunggu proses konsolidasi dua poros besar koalisi dan mereka nantinya akan berpihak kepada koalisi mana yang menurut mereka paling kuat. (***) Wakil Sekretaris DPC PPP PurbalinggaPurbalingga Jawa Tengah.