Oleh: Aji Setiawan
Perombakan kabinet (bahasa Inggris: cabinet reshuffle, oleh media di Indonesia sering disebut reshuffle saja) adalah suatu peristiwa di mana kepala pemerintahan memutar atau mengganti komposisi menteri dalam kabinetnya. Biasanya perombakan kabinet dilakukan dengan memindahkan seorang menteri dari satu posisi ke posisi yang lain.
Perombakan kadang diperlukan untuk mengganti menteri yang mengundurkan diri baik karena suatu skandal ataupun pensiun. Hal lain yang sering mendasari perombakan kabinet adalah untuk pemberian penghargaan atau hukuman bagi pendukung pimpinan pemerintahan, biasanya dari partai politik.
Di Indonesia, perombakan kabinet beberapa kali terjadi. Contohnya adalah perombakan Kabinet Indonesia Bersatu pada tanggal 5 Desember 2005 di mana terjadi perubahan di enam posisi menteri.
Resufle Kabinet Nawacita II dilontarkan Jokowi dengan marah marah di depan rapat Kabinet. Ekstraordonery, begitu populer, sehingga sambil berkerut pening, mencoba menterjemahkan kata kata R1 dengan bertanya Mbah Google.
Kewenangan presiden dalam menyusun dan mengganti atau membubarkan kementrian diatur dalam pasal 17 UUD 1945 dengan sebutan hak prerogatif presiden.
Jadi suka suka presidenlah, mau roling jabatan, ganti dan bongkar pasang menteri, karena hak prerogatif nya ada di tangan presiden. Bargaining position dari luar lembaga kepresidenan, seperti dari lingkar parpol, partai pengusung, legislator hanya menjadi sarana referensi yang bersifat masukan dan saran bukan “menawar tawar menawar’ kekuasaan.
Hampir sudah 2 Minggu ini presiden mengancam mengganti menteri. Tentu itu bukan gertak sambal ala Jokowi. Kinerja menteri yang jelek menurut publik ada di lima bidang kementrian yakni Kemenhumkam, Kesehatan, Tenaga Kerja, Pertanian dan Menteri kelautan dan perikanan.
Publik masih menunggu resufle itu akan berjalan dan masih menerka nerka publik figur yang pantas menduduki kursi menteri. Pandemi Covid 19 yang meluluh lantakan seluruh sendi kehidupan dunia, menyisakan harapan.
Kinerja Mentri mulai membaik, melihat progres report ekonomin kita yang saat ini sudah surplus 4100 trilyun, dari data ulang aset. Ini adalah modal besar bangsa ini untuk membangun ke masa depan.
Lontaran acaman mengganti menteri, ibarat ucapan talak seorang suami pada istrinya. Sekali talak terputus, apa mungkin langsung bisa dirujuk? Sekali lagi, nasi sudah menjadi bubur, tak mungkin balik lagi jadi nasi. Ganti menteri menjadi sebuah jawaban, kira kira agar kinerja kementrian bisa berjalan lebih baik.
Namun sekali lagi, wewenang mengganti dan meresufle kabinet ada di bawah hak prerogatif presiden. Jadi, suka suka Presiden lah…(***)