Asumsi ini bisa terpenuhi dengan syarat apabila di triwulan kedua kasus positif covid-19 melandai dan tidak ada second wave . Syarat lainnya apabila kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang dicanangkan oleh pemerintah pusat dan di daerah bisa mulai dikurangi atau dikendorkan. Selama syarat-syarat pokok tersebut tidak terpenuhi, pertumbuhan sektor industri pada triwulan II bisa lebih rendah dari realisasi triwulan I 2020.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), dari sembilan sektor industri pengolahan non migas, sebanyak enam sektor tumbuh negatif pada triwulan I 2020. Sementara itu hanya ada tiga sektor industri pengolahan yang masih tumbuh positif walaupun melambat. Tiga sektor yang masih tumbuh positif adalah industri makanan dan minuman (mamin), dari 7,95 persen pada triwulan IV 2019 menjadi 3,94 persen. Kemudian sektor industri kimia, farmasi dan obat tradisional melambat dari 12,73 persen menjadi 5,59 persen. Kemudian industri alat angkutan melaju positif dari -2,25 persen menjadi 4,64 persen.
Investasi sektor industri manufaktur di triwulan I tahun 2020 mengalami kenaikan sebesar 44,6 persen menjadi Rp63,9 triliun dari sebelumnya Rp44,2 triliun pada triwulan I 2019. Ada lima besar nilai investasi tersebut meliputi industri logam, mesin dan elektronik, industri kedokteran, presisi dan optik serta jam sebanyak Rp26,5 triliun. Selanjutnya industri makanan Rp11,6 triliun, industri kimia dan farmasi Rp9,8 triliun, industri mineral non logam Rp4,3 triliun, dan industri karet dan plastik Rp3 triliun. Jika ditotal menjadi Rp63,9 triliun.
Kendati begitu, sektor industri pengolahan melambat 2,01 persen dari sebelumnya 4,80 persen pada triwulan I 2019. Kinerja industri pengolahan yang masih positif terutama terdorong oleh peningkatan demand yang sangat tinggi untuk industri alat kesehatan dan farmasi, serta pertumbuhan positif pada beberapa sektor industri kimia, alat angkut, kertas, industri logam, makanan dan minuman, pengolahan tembakau, dan industri pengolahan kayu.
Tampilkan Semua