Oleh: Aji Setiawan – Pada triwulan I tahun 2020 dunia diguncang pandemi COVID-19 yang memaksa berbagai negara mengurangi aktivitas ekonomi. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi semua negara kembali tertekan.
Pertumbuhan beberapa negara mengalami kontraksi, dan sebagian lainnya masih tumbuh positif meskipun jauh di bawah pertumbuhan normal. Perekonomian Tiongkok berbalik terkontraksi hingga 6,8 persen. Jepang terkontraksi semakin dalam sebesar 3,4 persen. Sementara itu, Amerika Serikat masih tumbuh positif sebesar 0,3 persen. Pertumbuhan ekonomi Indonesia sendiri tertekan menjadi 2,97 persen.
Pertumbuhan ekonomi di sebagian besar wilayah tumbuh lebih lambat. Wilayah Bali Nusra, Kalimantan, serta Maluku Papua tumbuh di bawah pertumbuhan nasional. Seluruh komponen pengeluaran menunjukkan perlambatan yang cukup signifikan. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga melambat menjadi sebesar 2,8 persen. Kinerja ekspor dan impor juga menurun seiring terhambatnya aktivitas perdagangan antar negara.
Impor terkontraksi 2,2 persen sementara ekspor tumbuh 0,2 persen. Sektor utama Indonesia tumbuh melambat namun sektor jasa tumbuh lebih cepat. Sektor jasa kesehatan tumbuh hingga 10 persen pada triwulan berjalan. Kinerja tersebut terkait dengan penyebaran wabah COVID-19 yang mendorong permintaan jasa kesehatan.
Tahun 2020 diperkirakan akan mejadi tahun yang berat terutama dari sisi perpajakan. Hingga akhir triwulan I tahun 2020, penerimaan perpajakan melambat 0,02 persen. Namun, secara keseluruhan realisasi pendapatan negara dan hibah meningkat hingga Rp376,0 triliun. Sementara itu, belanja negara juga meningkat menjadi Rp452,4 triliun didorong oleh belanja modal dan belanja sosial.
Dari sisi moneter, suku bunga acuan diturunkan secara bertahap dari 5,00 persen menjadi 4,50 persen sepanjang triwulan I tahun 2020. Kondisi pasar keuangan global yang tertekan ketidakpastian pandemi menyebabkan nilai tukar Rupiah melemah cukup dalam selama Februari hingga Maret.
Namun, inflasi domestik tetap terkandali dan stabil pada kisaran 1-3 persen, meskipun inflasi harga bergejolak mencapai 6 persen. Sektor jasa keuangan cukup terkendali ditopang oleh kondisi permodalan dan likuiditas. Kinerja neraca pembayaran Indonesia mengalami defisit disebabkan oleh turunnya surplus neraca transaksi modal dan finansial sejalan dengan ketidakpastian di pasar keuangan global.
Sementara itu, defisit neraca transaksi berjalan turun didorong peningkatan neraca perdagangan barang yang lebih besar dari kenaikan defisit neraca jasa.
Pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2020 secara keseluruhan diprediksi terkontraksi yang terutama terjadi di negara-negara maju. Sebagian negara di Asia diprediksi tetap tumbuh positif.
Pertumbuhan Indonesia diproyeksi melambat dalam rentang -0,4 hingga 2,3 persen dengan puncak perlambatan pada triwulan II tahun 2020. Perlambatan terjadi pada seluruh komponen pengeluaran terutama konsumsi rumah tangga. Sementara itu, kinerja ekspor dan impor diprediksi terkontraksi pada keseluruhan tahun ini.
Sektor manufaktur akan menjadi enabler dalam pertumbuhan ekonomi tahun depan karena memiliki forward dan backward linkages yang besar. Pada 2021, pertumbuhan sektor manufaktur diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi pasca pandemi Covid-19.
Akibat pandemi ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perlambatan, salah satunya disebabkan faktor hilangnya jam kerja di berbagai sektor industri. Perbaikan industri manufaktur diharapkan dapat memperbaiki pertumbuhan ekonomi pada 2021. Saat ini, terdapat 18,5 juta pekerja di sektor manufaktur. Sebelum pandemi, utilisasi industri manufaktur ini telah mencapai 70 persen.
Namun, akibat pandemi Covid-19, utilisasi menurun hingga di angka 30 persen. Pandemi Covid-19 juga mengakibatkan pekerja industri manufaktur kehilangan sebanyak 3.700 jam kerja dalam rentang waktu 10 minggu yang berdampak pada penurunan daya beli hingga Rp 74 triliun dari pekerja di industri manufaktur saja.
Selain industri manufaktur, industri pariwisata dengan jumlah pekerja mencapai 12,7 juta jiwa adalah sektor kedua yang memiliki kehilangan jam kerja yang tinggi. Industri pariwisata yang hampir tidak beroperasi akibat pandemi pun memberikan efek domino bagi industri lainnya.
Total penurunan daya beli akibat menurunnya jam kerja pada industri manufaktur dan pariwisata dalam 30 minggu mencapai Rp 374,4 triliun. Jika dihitung dari induced impact, indirect impact, dan direct impact, maka total kehilangan daya beli masyarakat dapat mencapai Rp 386 triliun. Untuk itu, pemulihan industri pariwisata diharapkan dapat membantu pemulihan ekonomi secara cepat.
Industri manufaktur adalah suatu cabang industri yang mengaplikasikan peralatan dan tenaga kerja dan suatu medium proses untuk mengubah bahan mentah menjadi barang jadi yang memiliki nilai jual. Istilah ini bisa digunakan untuk aktifitas manusia, dari kerajinan tangan sampai ke produksi dengan teknologi tinggi, tetapi demikian istilah ini lebih sering digunakan untuk dunia industri, di mana bahan baku diubah menjadi barang jadi dalam skala yang besar.
Manufaktur ada dalam segala bidang sistem ekonomi. Dalam ekonomi pasar bebas, manufakturing biasanya selalu berarti produksi secara massal untuk dijual ke pelanggan untuk mendapatkan keuntungan. Pada awalnya, manufaktur biasanya hanya terdiri dari seorang tukang yang ahli beserta beberapa pembantu. Para pembantu akan belajar sambil bekerja.
Memasuki masa pra-industri, sistem serikat pekerja melindungi keterampilan para ahli ini. Sebelum revolusi industri kebanyakan manufaktur berada di daerah pedesaan, di mana produk-produk rumahan berada dan bergerak dalam pengolahan hasil pertanian. Sejarah teknik manufaktur bisa dilacak dari pabrik di pertengahan abad ke 19 di Amerika Serikat dan abad ke 18 di Britania Raya.
Meski produksi rumah tangga skala besar dan bengkel didirikan pertama kali di Tiongkok, Romawi kuno, dan timur tengah, pabrik senjata Venesia merupakan pabrik modern pertama di dunia. Didirikan tahun 1104 di Republik Venesia beberapa tahun sebelum Revolusi Industri. Pabrik ini membuat kapal skala besar dalam assembly line. Pabrik senjata Venesia mampu membuat satu kapal dalam satu hari, dan mempekerjakan 16 ribu orang.
Meski revolusi Industri sudah terjadi di Inggris, koloni Inggris seperti India pada abad ke 19 membangun pabrik sebagai sebuah bangunan dengan banyak pekerja di dalamnya yang masih bekerja dengan tangan, biasanya pada produksi tekstil.
Hal ini terbukti lebih efisien dalam hal administrasi dan pendistribusian bahan baku ke pekerja dibandingkan dengan sistem terdahulu. Pemintalan katun modern memanfaatkan penemuan seperti mesin uap dan mesin tenun yang memprakarsai pabrik industri pada abad ke 18, di mana permesinan yang presisi dan komponen mesin yang bisa diganti menghasilkan efisiensi yang lebih baik dan limbah yang lebih sedikit.
Henry Ford lalu merevolusioner konsep pabrik dan juga teknik manufaktur di awal abad ke 20 dengan inovasi produksi massal. Pekerja berkemampuan tinggi di tempatkan di sepanjang ramp berjalan untuk menyatukan komponen-komponen mobil menjadi satu. Konsep ini mengurangi biaya produksi secara signifikan.
Industri manufaktur modern mempelajari semua proses, termasuk proses intermediate, untuk produksi dan integrasi komponen produk. Beberapa industri seperti industri semikonduktor dan industri baja menggunakan istilah “fabrikasi”untuk proses ini.
Teknik otomasi digunakan pada proses berbeda pada manufaktur seperti permesinan dan pengelasan. Manufaktur terotomatisasi mengacu pada penggunaan prinsip otomasi untuk memproduksi barang di dalam pabrik.
Keuntungan utama dari manufaktur terotomasi adalah konsistensi dan kualitas yang lebih baik, berkurangnya waktu produksi, simplifikasi produksi, berkurangnya penanganan barang, laju kerja lebih baik, dan moral buruh meningkat.
Robotika adalah aplikasi mekatronika dan otomasi untuk membuat robot. Robot ini dapat digunakan dalam manufaktur untuk melakukan pekerjaan yang berbahaya, tidak nyaman, atau berulang-ulang. Robot ini bisa dalam berbagai bentuk dan ukuran, namun semuanya terprogram. Untuk membuat robot, insinyur mendayagunakan ilmu kinematika untuk menentukan jangkauan gerak robot, dan mekanika untuk menentukan tegangan di dalam robot.
Maka untuk menunjang industrialisasi program otomasi pada industri manufaktur menjadi keharusan. dimana penggunaan mesin, sistem kontrol, dan teknologi informasi untuk optimisasi produksi dan pengiriman barang dan jasa. Otomasi hanya dilakukan jika hasilnya lebih cepat, lebih baik secara kuantitas dan/atau kualitas dibandingkan dengan penggunaan tenaga kerja manusia. Dalam dunia industri, otomasi merupakan lanjutan dari mekanisasi, di mana mekanisasi masih membutuhkan operator manusia selama mesin beroperasi atau membutuhkan bantuan tenaga otot manusia agar mampu bekerja. Otomasi mengurangi peran manusia dalam hal tersebut.
Dalam sejarahnya, otomasi telah dicapai dalam perkembangan kehidupan manusia, meski pada awalnya tidak disebut sebagai otomasi. Operator telepon yang digantikan dengan mesin, berbagai peralatan kedokteran (elektrokardiogram dan sebagainya) yang menggantikan peran tenaga medis, hingga mesin ATM. Istilah “otomasi” digunakan pertama kali oleh General Motors pada tahun 1974 yang mendirikan departemen otomasi (automation department). Ketika itu, teknologi otomasi yang mereka gunakan adalah komponen listrik, mekanik, hidrolik, dan pneumatik. Antara tahun 1957 hingga tahun 1964, mereka menghasilkan output dua kali lipat ketika buruh sudah mulai dikurangi akibat dampak otomasi.
Angka pertumbuhan industri manufaktur pada triwulan II 2020 akan lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi di triwulan I 2020 yang hanya tumbuh 2,06 persen year on year (yoy). Pertumbuhan sektor industri diprakirakan akan mencapai 2-2,7 persen pada triwulan II 2020.
Asumsi ini bisa terpenuhi dengan syarat apabila di triwulan kedua kasus positif covid-19 melandai dan tidak ada second wave . Syarat lainnya apabila kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang dicanangkan oleh pemerintah pusat dan di daerah bisa mulai dikurangi atau dikendorkan. Selama syarat-syarat pokok tersebut tidak terpenuhi, pertumbuhan sektor industri pada triwulan II bisa lebih rendah dari realisasi triwulan I 2020.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), dari sembilan sektor industri pengolahan non migas, sebanyak enam sektor tumbuh negatif pada triwulan I 2020. Sementara itu hanya ada tiga sektor industri pengolahan yang masih tumbuh positif walaupun melambat. Tiga sektor yang masih tumbuh positif adalah industri makanan dan minuman (mamin), dari 7,95 persen pada triwulan IV 2019 menjadi 3,94 persen. Kemudian sektor industri kimia, farmasi dan obat tradisional melambat dari 12,73 persen menjadi 5,59 persen. Kemudian industri alat angkutan melaju positif dari -2,25 persen menjadi 4,64 persen.
Investasi sektor industri manufaktur di triwulan I tahun 2020 mengalami kenaikan sebesar 44,6 persen menjadi Rp63,9 triliun dari sebelumnya Rp44,2 triliun pada triwulan I 2019. Ada lima besar nilai investasi tersebut meliputi industri logam, mesin dan elektronik, industri kedokteran, presisi dan optik serta jam sebanyak Rp26,5 triliun. Selanjutnya industri makanan Rp11,6 triliun, industri kimia dan farmasi Rp9,8 triliun, industri mineral non logam Rp4,3 triliun, dan industri karet dan plastik Rp3 triliun. Jika ditotal menjadi Rp63,9 triliun.
Kendati begitu, sektor industri pengolahan melambat 2,01 persen dari sebelumnya 4,80 persen pada triwulan I 2019. Kinerja industri pengolahan yang masih positif terutama terdorong oleh peningkatan demand yang sangat tinggi untuk industri alat kesehatan dan farmasi, serta pertumbuhan positif pada beberapa sektor industri kimia, alat angkut, kertas, industri logam, makanan dan minuman, pengolahan tembakau, dan industri pengolahan kayu.
Perkiraaan tingkat pertumbuhan industri sepanjang tahun 2020 ini akan meningkat. Pasalnya kinerja sektor industri sangat bergantung dari perkembangan penanganan wabah corona. Semakin cepat wabah ini tertanggulangi, maka dampak buruk terhadap sosial ekonomi dan kesehatan juga bisa lebih ditekan. (***) Pemerhati masalah sosial, ekonomi dan industri tinggal di Purbalingga Jawa Tengah.