Hari yang dinanti pun tiba. Setelah sepuluh hari dikarantina, tanggal 24 Agustus, hasil swab keluar. Dua kali swab menunjukkan saya positif covid-19. Mendengar kabar positif covid-19 itu sebenarnya saya sama sekali tidak merasa kaget ataupun terpukul, mungkin karena saya sudah menduga akan demikian hasilnya, mengingat gejala² yang saya rasakan sebelumnya. Saya kuat tapi ternyata istri saya yang tidak kuat menahan tangisnya, mendengar vonis positif covid-19 itu istri saya menangis, khawatir akan kondisi dan keselamatan saya. Namun dokter dan para perawat yang baik dan selalu ramah sejak awal isolasi saya itu lalu memberi penjelasan ke istri saya, mensupport dan menguatkan kami, sehingga saya pun semakin optimis segera sembuh dan sehat kembali, dan istri saya pun tidak begitu takut dan khawatir lagi.
Dari sini saya belajar bahwa dukungan moril dan support orang sekitar itu sangat penting untuk pasien penderita penyakit ini, pastinya juga penderita penyakit lainnya.
Karena ternyata masih banyak masyarakat kita yang menganggap penyakit Corona ini adalah aib, sehingga jangankan mensupport atau menguatkan mental penderita, yang ada justru mereka menstigma negatif, ‘ngerasani’ Bahkan mengucilkan para penderita itu.
Dan hal ini juga yang terjadi pada kami. Saat saya selesai masa karantina di RS dan diantar pulang dengan ambulance, sontak geger lah para ‘Bu Tejo’ di grup² WA warga. Hingga salah satu keluarga saya yang masuk salah satu grup itu langsung telfon ke Ibu saya sambil nangis, tidak tahan dengan ‘rasan²’ anggota grup lainnya, kog tega tetangga² itu ‘rasan²’ hingga mengada-ada cerita.
Stigma negatif itu pula yang membuat banyak orang enggan memeriksakan diri ke dokter meski ia merasakan gejala² penyakit ini. Akhirnya mereka yang bergejala namun lebih memilih selamat dari omongan tetangga daripada menyelamatkan kesehatannya ini yang justru semakin membuat virus itu menyebar luas tidak terdeteksi.