Oleh: Ustadz Ahmad Atho
Karena banyak sahabat yang bertanya dan meminta saya menceritakan pengalaman saya bergelut dengan virus corona covid-19, maka saya tuliskan di sini, semoga bisa menjadi pelajaran bagi pembaca.
-•×•-
Sebenarnya sudah sejak awal bulan Agustus lalu saya sakit, tepatnya sejak tanggal 3 Agustus. Pada awalnya saya pikir hanya sakit karena kecapekan saja, capek setelah ngurus penyembelihan kurban. Tanggal 5 Agustus, ketika Abah mertua membawa saya ke mantri langganannya pun Pak Mantri mengatakan hal yang sama, sakit saya karena kecapekan saja, karena keluhan saya saat itu memang hanya demam dan pegal di seluruh badan.
Beberapa hari setelah dari mantri ternyata sakit saya tidak kunjung mereda, Bahkan saya merasa nafas saya sedikit berat. Maka tanggal 10 Agustus, saya periksa ke Puskesmas, saya minta tes darah juga di Puskesmas itu. Hasil tes lab menyatakan saya sakit tyfus, kata dokter. Saya diberi obat jalan, tidak perlu opname karena tyfus saya tidak parah, katanya.
Beberapa hari setelah periksa itu ternyata lagi² tidak ada perbaikan kondisi saya, Bahkan saya merasa bertambah parah, karena nafas saya semakin sesak, bertambah hari bertambah sesak, nafas pendek² dan cepat, nafas memburu. Saya membaca Al Fatihah saja tidak mampu washal, setiap ayat harus waqaf, nafas saya tidak kuat. Badan pun semakin lemah, berjalan baru sekitar lima langkah pun sudah harus berhenti, duduk istirahat, karena tidak kuat, mungkin efek nafas yang semakin sesak itu.
Malam Jum’at tanggal 13 Agustus, saya bilang ke keluarga bahwa saya harus opname di RS, agar ditangani dokter. Sebagian anggota keluarga ada yang keberatan, khawatir saya divonis Corona, tapi saya tidak peduli, mau divonis Corona atau penyakit apapun yang jelas kondisi saya butuh penanganan dokter, saya memaksa, maka malam itu juga, setelah shalat Isya’, saya dibawa ke sebuah RSI di Kota Malang. Masuk IGD RSI saya langsung di ambil darah untuk rapid test dan difoto Thorax. Kata dokter, sekitar 3 jam kemudian setelah hasilnya keluar, rapid saya ternyata nonreaktif, tapi hasil foto Thorax menyatakan saya sakit pneumonia/ radang paru2.
“Pneumonia bisa disebabkan bakteri atau virus, Pak. Karena sekarang masa pandemi seperti ini maka besar kemungkinan ini karena virus. Jika bapak opname maka harus opname di ruang isolasi”, kata dokternya.
“Boleh ditunggu, Dok?”, tanya istri saya.
“Tidak boleh, Bu.”
Mendengar jawaban itu, seketika istri saya mulai menangis, tidak mau dan tidak tega kalo kondisi saya yang selemah itu harus dirawat tanpa ditunggui. Bagaimana nanti kalo saya butuh ke kamar kecil, butuh makan atau minum, siapa yang akan membantu saya, pikirnya.
“Kita ke RS lain saja, mungkin hasilnya beda atau ada keringanan boleh ditunggu”, minta istri saya ke kakak ipar.