CILACAP.INFO – Ada 4 golongan Kyai yang harus dipahami dan pentingnya rasa saling menghormati antara disiplin ilmu satu dengan yang lain. Ada Kyai Sumur, Kyai Tutur, Kyai Sembur dan Kyai Catur.
Pertama Kyai Sumur, merupakan Kyai yang memiliki Pondok Pesantren, Majlis ta’lim, guru ngaji di Mesjid dan Langgar. di identikan dengan sumur karena sumber dari ilmu Religi yang didatangi untuk selalu ditimba oleh santri dan murid ngaji.
Kehadiran Kyai Sumur menjadi sangat penting sebagai tempat mengaji dan menanyakan segala problematika yang ada di sekitar kita.
Kedua Kyai Tutur, merupakan Kyai yang memiliki kemahiran dan keahlian berceramah keagamaan. Biasanya dijuluki Singa Podium. Kata-katanya bisa menjadi maghnet dan menjadi embun penyejuk bagi jama’ah yang mengikuti kajiannya.
Kehadiran Kyai Tutur hari ini semakin kuat eksistensinya dengan kehadiran aplikasi Youtube. Sehingga memungkinkan kita mengaji lewat jaringan internet.
Ketiga Kyai Sembur, merupakan Kyai yang memiliki kemampuan Hikmah yang mendalam. Diwujudkan dalam kemampuannya menyelesaikan persoalan-persoalan dalam masyarakat yang bersifat ghoib.
Misal penyakit yang tak kunjung sembuh secara medis, kerasukan jin dan penangkal santet dan ilmu hitam lainnya. Eksistensi dari Kyai ini juga sangat penting harus selalu ada. Supaya masyarakat tidak lari ke dukun yang tak jelas aliran ilmunya dan mengarah pada kesesatan.
Dan yang terakhir, Kyai Catur. Seperti namanya Kyai Catur, identik dengan permainan Catur yang berarti dunia organisasi dan politik. Kyai Catur merupakan sosok Kyai yang memiliki pengalaman organisatoris dan politis.
Karena, tidak semua Kyai dan Santri mendalami perihal ini. Maka, di tengah – tengah kehidupan sosial. Seperti lahirnya UU yang berpihak pada kaum Santri dan Agamis, harus diperjuangkan melalui jalur parlemen, yaitu jalur politis.
Ketika ada istilah, Kyai tidak usah berpolitik itu tidak sepenuhnya salah. Karena memang tidak semua Kyai ahli dalam hal siyasah. Maka, serahkan kemampuan ini pada Kyai yang memahami kultur dan budaya organisatoris dan politis, yaitu Kyai Catur.
Dalam rangka hari santri ini, penulis memandang pentingnya rasa handarbeni dan saling memahami juga menghormati keahlian masing-masing. Bahwa tidak semua Kyai berada dalam satu kategori tertentu. Begitu juga para santri, belajarlah dan ngajilah sesuai cita-cita untuk menjadi mahir dalam spesialisasi tertentu.
Priyo Anggoro,
Alumni Ponpes Al Ihya Ulumaddin