Sementara Syaikh Abdul Qadir Jailani, sebagaimana dikutip oleh Syaikh Ja’far bin Abdul Karim Al-Barzanji, menetapkan syarat menjadi mursyid lebih luas lagi: memiliki keilmuan standar para ulama, kearifan para ahli hikmah, dan wawasan serta nalar politik seperti para politisi.
Pra syarat yang cukup berat ini menunjukkan bahwa selain membimbing dalam urusan agama, seorang mursyid juga menjadi penasehat bagi murid-muridnya dalam hampir seluruh aspek kehidupannya: politik, ekonomi, budaya, sosial dan pendidikan.
Di luar urusan pendidikan dan kapasitas personal, kalangan thariqah juga meyakini, bahwa terpilihnya seorang sufi menjadi guru mursyid adalah anugerah sekaligus ujian hidup yang luar biasa. Karena itu pemilihan seseorang mursyid bukan sekedar hasil pemikiran dan ijtihad dari gurunya, melainkan hasil petunjuk dari Allah Ta’ala dan Rasulullah, sebagai pemilik dan guru sejati ilmu thariqah. Karena pengangkatannya bersumber dari petunjuk atau isyarah yang diberikan Allah, kemursyidan seseorang sufi biasanya diketahui secara spiritual oleh mursyid-mursyid mu’tabar lain di thariqahnya.
Selain penjagaan otentisitas sanad kemursyidan melalui jalur spiritual, upaya penjagaan lahiriah juga diupayakan para guru mursyid dengan selalu menghadirkan empat orang saksi dalam prosesi pengangkatan seorang murid menjadi mursyid, dan belakangan dengan surat keterangan tertulis. Ini semua dalam rangka menghindari fitnah-fitnah atau pengakuan palsu mengenai kemursyidan seseorang, yang berpotensi merugikan umat Islam yang ingin mempelajari dan mengikuti thariqah shufiyyah.
Karena prosesnya yang diyakini murni bersumber dari petunjuk Allah SWT dan Rasulullah SAW itu pula proses regenerasi kemursyidan tidak berjalan dengan mudah dan terus mengalir secara otomatis. Jika ada seorang ulama yang menjadi mursyid, tidak otomatis bisa diharapkan anaknya akan menggantikannya sebagai mursyid kelak sepeninggal sang ayah. Juga tidak dengan mudah diharapkan, jika ada seorang mursyid yang memiliki banyak murid maka akan dengan mudah mengangangkat banyak pengganti. Karena itu tak jarang, seorang mursyid yang sangat terkenal sampai wafatnya tidak mengangkat mursyid baru atau mursyid penggantinya, sehingga garis kemursyidannya pun terputus.
Tampilkan Semua