Thariqah Naqsyabandiyyah Khalidiyyah semakin berkembang pesat di tanah air melalui jamaah haji sejak Syaikh Sulaiman Zuhdi, khalifah thariqah tersebut membuka zawiyyah di Jabal Abi Qubais, Makkah Al-Mukarramah. Untuk wilayah Jawa, misalnya, Syaikh Sulaiman menunjuk tiga khalifah: Syaikh Abdullah Kepatihan (Tegal), Syaikh Muhammad Ilyas Sokaraja (Banyumas), dan Syaikh Muhammad Hadi, Girikusumo (Salatiga).
Setidaknya ada 45 Thariqah NU yang berstandar, yakni Thariqah yang Mu’tabarah. Hanya mereka yang memenuhi standar saja yang diperkenankan masuk menjadi Banom NU dalam JATMAN, Jamiyyah Ahluth Thariqah Al Mu’tabarah Al Nahdliyyah.
Seperti apa standar Thariqah versi NU? KH Aziz Masyhuri, pengasuh Pondok Pesantren Al-Aziziyah Denanyar pernah melakukan penelitian tentang aliran Thariqah di Indonesia. Kesimpulan yang didapat! keberadaan Thariqah di tanah air ini ada sekitar ribuan. Jumlah itu dianggap wajar seiring dengan dinamika yang mengelilinginya.
Secara singkat, Kiai Aziz mengemukakan bahwa kriteria ke mu’tabaran sebuah Thariqah adalah dapat dilihat dari sanad para Mursyidnya yang muttashil sampai kepada Rasulullah SAW. Demikian pula yang tidak bisa ditawar adalah ajaran yang disampaikan harus berpedoman pada pakem NU! yakni dalam fiqh mengikuti salah satu imam empat. Dalam aqidah mengikuti Imam Asy’ari dan Maturidi.
Jika di andaikan sebuah rumah, maka Thariqat adalah pondasi paling bawah yang menjadi dasar bangunan besar Nahdlatul ulama. Kemudian pesantren, di lapis kedua, dari struktur bangunan organisasi kemasyarakatan NU. “Karena masuknya Islam ke bumi Nusantara, di awali dengan masuknya thariqat, jadi thariqat adalah peletak dasar bangunan NU. Kekuatan inilah yang menjadikan NU mengakar di tengah-tengah jama’ah dan jamiyyahnya,” demikian diungkapkan Ro’is A’am Jam’iyyah Ahli Thariqah Al-Mu’Tabarah An Nahdliyah, KH. Habib Luthfiy Ali bin Yahya.
Tampilkan Semua