CILACAP.INFO – GPK PPP Pada 29 Maret 1982, organisasi sayap pemuda PPP, yakni Gerakan Pemuda Ka’bah (GPK), berdiri. Jaelani menempatkan anaknya, Husein Naro, sebagai komandan GPK.
Dalam Karir Politik Anak Desa (2004: 166), autobiografi Tosari Widjaja, Sekretaris Jenderal Gerakan Pemuda (GP) Ansor yang bernaung pada Nahdlatul Ulama (NU), orang dekat Naro meminta Tosari untuk membuat pernyataan mendukung GPK.
“Saya tolak ajakan itu karena tidak logis dan tidak etis,” klaim Tosari. Pernyataan semacam itu tak cuma sangat berlebihan tapi juga berbau penjilatan, tulisnya.
Penolakan itu membuat Naro senior kecewa. Meski begitu, GPK jalan terus. GPK tumbuh menjadi anak organisasi atau underbouw PPP. (Jaelani Naro menjabat ketua umum PPP dari 1978 hingga 1989.
Kini GPK PPP sudah 31 tahun usia yang matang sebagai organisasi pemuda partai politik. Peranan pemuda tidak bisa dipandang sebelah mata, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mengotimalkan pemuda dalam wadah Gerakan Pemuda Ka’bah (GPK). Pasalnya masa depan partai berlambang Ka’bah menjadi tanggung jawab GPK, yang beranggotakan para pemuda-pemudi.
PPP Sasar Suara Generasi Z untuk Menangkan Pemilu 202 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) tengah fokus menyasar suara generasi Z dan milenial dalam Pemilu 2024.
Sebab, suara dari kedua kelompok usia tersebut terhitung besar pada pemilu mendatang. Pemilih di Pemilu 2024 sekitar 60 persen adalah generasi muda yang terdiri dari generasi Z sebanyak 60 persen, dan generasi milenial. Gen Z itu baru pertama kali ikut dalam Pemilu dan generasi milenial yang kedua kali ikut pemilu.
Agar PPP tumbuh besar, PPP ke depan harus siap mengakselerasi diri menjadi partai bisa diterima di semua kalangan. Baik santri, pekerja, pemuda, buruh, petani, nelayan, perempuan dan terutama sekali Generasi Z (pemilih pemula) dan kalangan milenial.
Mau tidak mau, PPP yang selama ini dianggap sebagai partai orang tua (old generation), kolot dan tradisional harus merubah diri dengan brand baru PPP sebagai partainya anak muda, modern, smart dan milenial. PPP mendatang harus bisa merebut ceruk terbesar dari kalangan milenial masuk ke dalam PPP. Tentu tantangan ini tidak mudah.
PPP selayaknya terlecut untuk menggaet anak muda. Menurut Tapscott (2009), ada tiga pembagian generasi, yakni generasi X (1965-1976), generasi Y (1977-1997), dan generasi Z (2005-sekarang).
Artinya, generasi milenial berumur antara 17-37 tahun. Generasi ini sangat berbeda dari generasi sebelumnya, terutama dalam penguasaan teknologi.
Mereka lebih akrab dengan dunia maya, khususnya penggunaan media sosial. Generasi milenial memiliki cirri khas tersendiri. Ia terlahir ketika era di mana sudah ada televisi berwarna, telepon seluler dan internet. Sehingga generasi ini mahir dalam memanfaatkan teknologi modern.
Diperkirakan pada 2024, ada sebanyak 81 juta di antaranya masuk kategori generasi milenial. Dalam penguasaan media sosial, generasi milenial lebih mendominasi ketimbang generasi X.
Karena lahir di era teknologi, generasi ini kurang peduli dengan keadaan sekitar termasuk politik.
Generasi Milenial
Dalam perhelatan politik, terutama pemilu 2024, generasi milenial merupakan pemilih potensial (voter) yang sangat berpotensi sebagai agen perubahan. Generasi milenial kelak menjadi calon penerima estafet kepemimpinan bangsa.
Terhadap kehidupan politik, generasi milenial mempunyai karakter, pertama, mereka lebih melek teknologi tetapi cenderung apolitis terhadap politik. Mereka tidak loyal kepada partai, sulit tunduk dan patuh instruksi.
Generasi milenial cenderung tidak mudah percaya pada elite politik, terutama yang terjerat korupsi dan mempermainkan isu negatif di media sosial.
Kedua, generasi milenial cenderung berubah-ubah dalam memberikan hak politiknya. Mereka cenderung lebih rasional, menyukai perubahan dan antikemapanan.
Mereka cenderung menyalurkan hak politik kepada partai yang menyentuh kepentingan dan aspirasi mereka sebagai generasi muda.
Menurut Alexis de Toqcueville (2013), di negara demokrasi, setiap generasi adalah manusia baru. Generasi baru ini pun mengisi kekosongan gerakan politik Indonesia pasca-Orde Baru.
Generasi milenial adalah satu-satunya generasi yang disebut “digital native”, lahir dan tumbuh berbarengan dengan berkembangnya teknologi. Generasi ini lebih berpendidikan, terbuka pada perubahan terutama pada perubahan iklim, hingga kebijakan pelayanan kesehatan.
Mereka menggunakan media sosial dan internet untuk berkomunikasi yang selangkah lebih maju dari generasi sebelumnya. Sebagai bagian dari perjalanan berbangsa dan bernegara, generasi milenial menjadi bagian dari anak bangsa yang penting.
Selain mereka kelak akan melanjutkan kepemimpinan bangsa ini, populasi mereka yang besar tidak dapat diabaikan dalam perhelatan pilkada dan pemilu. Agar generasi milenial melek politik dan mau terlibat dalam kehidupan politik, mereka harus mendapatkan pendidikan politik.
Perilaku pemilih muda umumnya cenderung rasional. Dalam diri kaum muda memiliki kemampuan mengakses beragam media guna memperoleh informasi. Demokratisasi dewasa ini pun lebih banyak digerakkan oleh internet.
Pendidikan politik generasi muda tidak di dapat dengan cara-cara konvensional melainkan melalui media sosial. Kecenderungan politik ditandai dengan tren global dalam mewujudkan demokrasi partisipatoris.
Sehingga transformasi politik terhubung ke internet dan memberikan akses yang bersifat personal. yang menjadi persoalan, apakah partai politik konsisten memberikan pendidikan politik kepada mereka?
Terpotret sekarang bahwa partai politik tidak mempunyai strategi jitu mendekati generasi milenial ini. Dengan karakternya yang berbeda, generasi milenial bukanlah pemilih instan seperti anggapan partai politik selama ini.
Partai politik cenderung melakukan pendekatan kepada pemilih, termasuk kaum muda dan pemilih pemula, hanya ketika sedang ada maunya. Bisa jadi mereka tidak berpartisipasi dalam perhelatan politik ketika mereka tidak mendapatkan pencerahan politik.
Literasi politik dapat diberikan baik melalui media sosial maupun internet yang bersinggungan langsung dengan kaum milenial. Mereka adalah pengawal perubahan. Mencerdaskan mereka dalam berpolitik merupakan investasi yang berharga untuk perubahan di masa depan.
Untuk menggaet kalangan milenial, di PPP mempunyai tiga garda terdepan onderbouw partai yakni Gerakan Pemuda Kakbah (GPK), Generasi Muda Persatuan Indonesia (GMPI) dan Angkatan Muda Kakbah (AMK).
Dengan sentuhan dan memperbanyak pelatihan kepemimpinan di level kalangan milenial diharapkan bisa merekrut banyak kalangan muda masuk ke dalam partai.
Dari kalangan muda milenial inilah yang akan mengembangkan diri menjadi agent marketing partai kepada umat dan diharapkan PPP makin tumbuh berkembang dan dicintai umat.
Sebesar apapun dan sehebat apapun GPK, jangan sampai ke luar dari PPP. Keberadaan GPK tidak cukup sampai ini saja, GPK ada dan hadir sebagai kepanjangan tangan partai untuk merangkul pemuda dan melenial untuk membesarkan partai PPP.
Revitalisasi organisasi gerakan pemuda ka’bah menghadapi tantangan era kekinian. Paling tidak, setelah Muswil PPP serentak di Indonesia ini, harus banyak peminatnya dan terus bergerak dimasyarakat. Kehadiran GPK bisa menambah suara partai dan kursi ditahun 2024.
Revitalisasi organisasi dengan pembaruan kembali struktur GPK, kemandirian ekonomi agar organisasi tidak mati kembali dan media untuk menguasai akses informasi, karena kader GPK harus lebih unggul dalam media, GPK merupakan wadah semua organisasi kemasyarakatan, kepemudaan dan yang lainnya sesuai aturan perundang-undangan. Termasuk GPK yang diakui pemerintah dan struktur sampai ditingkatan bawah.
Sebagai organisasi resmi, harus menjadi filter adanya ujaran kebencian. Termasuk GPK menjaga dan merawat warisan leluhur yakni 4 pilar (Pancasila, UUD tahun 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika).
Asumsi yang terlalu menyohor-nyohorkan orang muda kadang keliru, tidak selurunya tepat. PPP harus melakukan estafet kepemimpinan yang rapih.
PPP saat ini banyak didominasi pemuda dari Generasi Milenial. Ini terkait kepengurusan PPP saat ini di tangan milenial. Hal itu dilakukan mengingat para pemilih ke depannya juga akan berasal dari kalangan serupa.
Karena itulah di dalam kepengurusan ”
“DPP PPP ini kalau dicermati itu sebagian adalah dari gen generasi z. Sebagian dari milenial, “kata Suharso Monoarfa, Ketum DPP PPP.
Sebenarnya era Milenial sudah tercermin saat Ketua Umum PPP sebelumnya, Romaharmuziy, yang pada saat itu digadang-gadang sebagai sosok yang mencerminkan dan mewakili kelompok millennial. Namun justru tersandung korupsi tangkap tangan oleh KPK.
Sebagai warga PPP, kita jangan terlalu terlena dan membanggakan kepengurusan partai berlambang Ka’bah yang dalam kepengurusannya saat ini juga melibatkan kaum muda atau milenial. Generansi milenial dapat memimpin dengan baik, tidak sepenuhnya benar. Bisa jadi justru keliru. Oleh karena itu PPP harus ada estafet kepemimpinan yang jelas dalam soal kepengerusan di partai, dari generasi tua ke muda.
Karena itu kepemimpinan PPP yang sebelumnya dipimpin orang muda, tidak terbukti juga, malah membuat PPP di Pemilu 2019 nyaris hilang dari DPR. Mengingat hal tersebut, soal peran strategis GPK di PPP agar dapat seimbang dalam mengakomodir pengurus dalam tubuh PPP, baik millenial juga tokoh tua.
Jangan sampai pengalaman yang sangat pahit bagi PPP tersebut terulang lagi. di tangan generasi muda PPP, eksistensi dan keberlangsungan masa depan PPP banyak dipertaruhkan. (*) Aji Setiawan, ST. Mantan Ketua Divisi Pengkaderan dan Litbang DPC GPK PPP Kabupaten Purbalingga dan sekarang Wakil Sekretaris Cabang DPC PPP Purbalingga.