Tentu dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu.
Tendensi menjadi pilihan, keberpihakan dan dibangun menjadi produk rekayasa pencitraan berbaur menjadi kapital angka-angka, akhirnya menggempur norma dan akal sehat berfikir, betapa kita sangat haus informasi melebihi kehausan “yang sudah menggigit urat leher” di tengah panasnya awal musim kemarau tahun ini.
Puasa, apakah menjadi hak standar memenuhi hajat perut dan leher. Urusan kenyang dan haus saja? Ya, kalau itu menjadi puasanya anak kecil. Bersabar, berpuasa dalam sekian lama tidak melakukan apa-apa? Nrima ing pandum, sepi ing pamrih. Lalu tidak seketika orang berbalik-balik menjungkir logika nrima ing pamrih, sepi ing gawe.
Jadi kunci dari semua itu, adalah keikhlasan untuk selalu berbaik sangka. Kepada Allah, wajib. Kepada manusia berbaik sangka juga sama. Luar biasa, jadi berbaik sangka itu harus kepada alloh dan manusia serta semuanya harus sama, berbaik sangka tiada akhir. Mungkin ini bisa menyembuhkan di tengah hiruk pikuk banyak warna-warni kehidupan. Ada yang dominan, ada yang minoritas. Ada yang berimbang ada yang njomplang, yang penting bukan tirani.
Kemana saja engkau, wahai sang burung malam yang lama tidak berkicau indah , kini engkau memekak sunyi, bertembang sepi dalam kesyahduan cinta tak bertepi. Wahai mahluk malam, sunyi seperti kiamat, membuatku lebih tenang menulis, untuk membayar kontan semua hutang-hutangku dengan orang yang kutemui.
Bagiku ketemu orang serasa orang punya hutang, dikira masih menulis nulis orang. Aku bukan orang penting bagimu, ucapanku adalah kalam manusia biasa, yang sangat lemah dan tak bisa membohongi diri sendiri.
Menjadi hiperbolis dan menganak sungai , bersayap-sayap kata-kata itu mampu menyihir dan merubah keadaan. “what meaning full? ” Kebermaknaan dari kata-kata itu tidak bisa diberangus apapun! Sekalipun engkau bakar dan musnahkan buku-buku dari laci sejarah, kata-kata akan terus teringang dan terbenam dalam memori otak manusia!
Tampilkan Semua