JAKARTA, CILACAP.INFO – Pernyataan Kiai Said Aqil Siradj mengenai ajakan agar Warga Nahdlatul Ulama (NU) tidak membayar pajak menimbulkan polemik, ada yang mendukung beliau juga ada yang tidak sependapat dengan Ulama NU yang pernah menjabat sebagai Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul ‘Ulama masa khidmat selama 2 Periode.
Mengenai pemberitan Kiai Said Aqil yang viral dan beredar di jagad maya hingga dimuat di Media Massa, KH Ahmad Ishomuddin turut meluruskannya.
Menurut Kiai yang akrab disapa Gus Ishom, bahwa pernyataan KH. Said Aqil Siroj merupakan Peringatan serius agar pajak rakyat jangan pernah lagi diselewengkan, seperti dalam kasus Gayus Tambunan pada masa lalu, wajib diperhatikan dan ditindaklanjuti oleh pemerintah RI.
Peringatan tersebut tidak pantas digoreng, dipelintir dan dimaknai sebagai ajakan untuk melawan pemerintah yang sah.
Seruan untuk memboikot pembayaran pajak atau berarti mencampuradukkan antara kasus Rafael Alun Trisambodo dan kewajiban membayar pajak yang semua orang juga maklum bahwa itu tidak berkorelasi.
Semua pihak terkait tidak patut berburuk sangka atas peringatan serius Ketua Umum PBNU dua periode itu. “Kritik”nya itu perlu dipahami secara utuh, baik konteks, substansinya maupun tujuannya.
Para tokoh NU lainnya pun tidak pantas menanggapinya secara tidak santun, apalagi bernada membantahnya karena dorongan hawa nafsu.
Sebab, Kyai Said sebenarnya hanya ingin mengingatkan kita semua agar turut mengawasi pengelolaan pajak agar tidak dikorupsi dan diselewengkan.
Tidak seorangpun pembayar pajak dari rakyat Indonesia yang rela jika pajaknya disalahgunakan untuk kepentingan pribadi atau untuk memperkaya diri sendiri.
Apa yang disampaikan Kyai Said itu sesungguhnya menginformasikan kembali dan berdasarkan Keputusan Komisi Bahtsul Masail hasil Musyawarah Nasional Alim Ulama NU di Pondok Pesantren Kempek, Palimanan, Cirebon, Jawa Barat pada tahun 2012/1433 H.
Seharusnya para pengurus NU diberbagai tingkatan mendukungnya dan tetap menaruh hormat bila ada tokoh besar NU seperti Kyai Said yang berani mengingatkan perlunya pajak dijaga dengan baik agar tidak dikorupsi, lebih-lebih para pengurus NU di PBNU sudah sewajarnya memahami, mensosialisasikan dan mematuhi hal tersebut.
Pajak yang hingga kini dipungut dari rakyat merupakan sumber utama dan terbesar untuk pendapatan negara. Selain untuk membiayai jalannya pemerintahan, hasil pungutan pajak itu juga digunakan untuk pembangunan dan kemaslahatan rakyat.
Peringatan serius dari KH. Said Aqil Siroj dikemukakan karena beliau tentu masih ingat pertanyaan dalam Bahtsul Masail NU pada Munas dan Konbes NU di Pondok Pesantren Kempek, Cirebon tahun 2012:
“Apakah tetap wajib membayar pajak, ketika dana pajak banyak digelapkan dan diselewengkan?” Pertanyaan tersebut sepakat dijawab oleh para kyai peserta Bahtsul Masail dari seluruh Indonesia dengan rumusan jawaban:
“Apabila pemerintah telah mewajibkan pembayaran pajak secara benar, tetapi dana pajak banyak digelapkan dan diselewengkan, maka hukum pembayaran pajak TETAP WAJIB. Sedangkan penyelewengan dana pajak wajib segera diberantas dan pelakunya ditindak tegas.”
Dengan mengetahui jawaban ini, menjadi tidak mungkin dan mustahil bagi Kyai Said memprovokasi rakyat agar memboikot pembayaran pajak, apalagi untuk tidak menaati pemerintah. Tuduhan semacam itu hanyalah fitnah!
Oleh sebab itu, pemerintah RI sepanjang masa wajib bersungguh-sungguh dan harus terus menerus serius memberantas penggelapan dan penyelewengan dana pajak.