DEMAK, CILACAP.INFO – Rabu, 10 Mei 2023, Masjid Agung Demak merupakan sebuah destinasi wisata religi yang banyak dikunjungi orang-orang dari berbagai daerah.
Masjid Agung Demak ini dibangun oleh Wali Songo dan Raden Fatah pada tahun 1466 M.
Selain sebagai tempat beribadah dan berziarah, Masjid Agung Demak memiliki sebuah museum yang menyimpan peninggalan para wali dan kerajaan Islam terdahulu yang bersejarah.
Didalamnya terdapat berbagai koleksi bersejarah terkait Masjid Agung Demak, termasuk benda-benda peninggalan Wali Songo, tertata rapi dan terawat di sana.
Yang paling mencolok dari peninggalan Wali Songo adalah bagian-bagian dari saka guru atau tiang utama penyangga bangunan Masjid Agung Demak yang asli.
Terdapat pula Mushaf kuno di Museum Masjid Agung Demak dan benda peninggalan Ki Ageng Selo yang menjadi salah satu favorit di Museum Masid Demak, yaitu pintu Bledeg, merupakan benda pusaka yang menarik.
Selain sama-sama terdapat di Museum Masjid Agung Demak, juga mempunyai keunikan masing-masing. Pintu bledeg buatan Ki Ageng Selo tahun 1466 M, diwujudkan dari kayu jati berukiran tumbuh-tumbuhan, suluran, jambangan, mahkota, dan kepala hewan (naga) dengan mulut membuka menampakkan gigi-giginya yang runcing.
Menurut tuturan, kepala naga tersebut menggambarkan petir yang kesudahan bisa ditangkap oleh Ki Ageng Selo.
Pintu Bledeg ini awalnya di pakai di pintu Masjid Agung Demak, namun karena sudah terlalu lama dan tua, pintu ini diamankan dan dimuseumkan di museum Masjid Agung Demak.
Sehingga saat ini tersimpan rapi di Museum Masjid Agung Demak, dan replikanya dibuatkan untuk tetap dipasang di masjid.
Selain pintu bledeg, terdapat juga beberapa benda bersejarah seperti sokoguru peninggalan para wali yang dulu menjadi tiang utama penyangga masjid.
Sokoguru itu ada empat, yang terdiri dari sokoguru Sunan Kalijaga, Sunan Bonang, Sunan Gunung Jati dan Sunan Ampel.
Namun, dari sekian banyaknya peninggalan benda pusaka, terdapat juga peninggalan yang penting namun sering luput dari pengawasan muslim Jawa. Peninggalan ini berupa Mushaf Al-Qur’an kuno.
Al-Qur’an yang terdapat di Museum Masjid Agung Demak ini berjumlah 14 buah, 11 berupa manuskrip dan 3 sisanya mushaf cetakan India.
Gambar di atas merupakan Mushaf kuno yang ke-10 memiliki ukuran 32 x 20cm dan berbahan kertas Eropa. Tinta yang digunakan mushaf ini terdiri dari warna hitam dan merah.
Seperti mushaf sebelumnya, tinta hitam digunakan pada penulisan ayat, sedangkan merah untuk untuk kepala surah, permulaan juz, tanda tajwid, catatan pias, dan lingkaran akhir ayat.
Iluminasi yang digunakan mushaf ini, lebih padat dari mushaf yang pertama namun, tetap memiliki frame persegi. Warna dalam iluminasi yang digunakan adalah merah, cokelat, biru, hijau, dan kuning, dengan motif kawung, srimpedan (geometris), dan sulur.
Sayangnya mushaf ini sudah tidak lengkap, bagian akhir mushaf telah hilang dan hanya sampai surah al-Gasyiyah. Menariknya, setiap awal surat menyertaka jumlah ayat, kalimat, huruf dan waktu turunnya yang diletakkan di baris kedua setelah kepala surah.
Peneliti Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an yaitu (Ali Akbar) pernah mencatat spesifikasi mushaf-mushaf yang ada di museum tersebut (Mushaf Kuno Nusantara Jawa, 2019). Ia menyebut bahwa mushaf-mushaf ini merupakan wakaf dari masyarakat.
Sementara dilihat dari fisiknya, mushaf-mushaf yang berbentuk manuskrip itu ternyata memiliki iluminasi yang menawan. Salah satunya adalah Al-Qur’an yang ditulis Raden Maulana Makdum Ibrahim atau yang akrab dipanggil Sunan Bonang dengan tangannya sendiri.
Tulisan Al-Qur’an tersebut di tulis pada saat terbitnya matahari (waktu duha) hari Sabtu, tanggal 20 bulan Sya’ban tahun 1000 H. Terdiri dari beberapa juz, mulai dari juz 15 hingga juz 30.
Kitab Suci umat Muslim itu bisa dilihat oleh pengunjung Museum Masjid Agung Demak. di Museum Masjid Agung Demak yang paling terkenal memang Al-Qur’an yang ditulis Sunan Bonang menggunakan tangan sendiri.
Penulis:
1. Linda Duwinta Listiyani
2. Nova Ria Anggraeni
3. Vera Minchatun Nisa’
(Mahasiswa Kampus IAIN Kudus Prodi IQT/IH)