Lebih lanjut, Ninik menyampaikan bahwa UU ini berkaitan dengan pers yang mana merupakan simbol reformasi bagi bangsa Indonesia termasuk pada kehidupan pers.
“Kemerdekaan Pers sebagian dari hak asasi manusia (HAM) merupakan salah satu ciri yang menandai tegaknya demokrasi. Oleh karena itu komitmen negara untuk menegakkan demokrasi, tidak terlepas dari komitmen untuk merawat kemerdekaan pers.” Terangnya.
Ninik juga mengatakan bahwa Demokrasi akan tegak apabila Pers dapat mejalankan peran dan fungsinya dengan bebas serta terhindar dari campur tangan pihak manapun. Sebaliknya merupakan penanda goyahnya demokrasi apabila pers menjadi terbelenggu dan kehilangan independensi.
“Kemerdekaan Pers bukanlah sesuatu yang statis, ia menghadapi dinamika sekaligus tantangan baik dari dalam lingkungan pers maupun dari berbagai anasir di luarnya.” Kata Ninik.
Masih dalam kesempatan yang sama, Ketua Dewan Pers menyebut, perkembangan teknologi digital dan media sosial memberi ruang yang sangat luas bagi tumbuhnya hoaks, misinformasi dan disinformasi maupun malinformasi.
“Situasi ini menantang pers untuk hadir sebagai penjernih. di sisi lain perkembangan platform digital menjadi medium raksasa,” imbuhnya.
Ninik menyebutkan meski UU Pers sebagai payung hukum dan perlindungan pers sudah hadir, nyatanya penegakan UU ini masih belum signifikan. Masih terjadi kekerasan terhadap wartawan termasuk kekerasan berbasis digital, tidak terkecuali yang menyasar pada wartawan perempuan.
“Siapapun pemimpin yang terpilih akan menentukan wajah demokrasi ke depan. Oleh karena itu dukungan setiap paslon untuk menghormati melindungi memenuhi kemerdekaan pers menjadi sangat krusial. Berharap kepemimpinan nasional 2024-2029 memberikan dukungan sistemik bagi pers untuk turut mendongkrak demokrasi,” Ucap Ninik.
Ia juga mengingatkan agar pers dapat dukungan sistemik untuk tetap tumbuh dan bekerja penuh independensi. “Penghapusan kekerasan dan kriminalisasi pers ini guna mewujudkan negara Indonesia yang berdemokrasi.” Pungkasnya.
Tampilkan Semua