Firman Wijaya Soroti Hak Politik Eks Napi Jelang Pilkada 2024

firman wijaya soroti hak politik eks napi jelang pilkada 2024
firman wijaya soroti hak politik eks napi jelang pilkada 2024

JAKARTA, CILACAP.INFO – Isu mengenai pencabutan hak politik bagi mantan narapidana pejabat politik belakangan ramai diperbincangkan.

Situasi ini tidak lepas dari menyongsong momentum politik elektoral untuk pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang akan dihelat pada November 2024 mendatang.

Tidak sedikit yang setuju atau sebaliknya menolak terkait adanya keputusan pencabutan hak politik eks napi tersebut yang dinilai berdasarkan sudut pandang hukum maupun perspektif masing-masing.

Pakar hukum Indonesia Firman Wijaya, misalnya, menilai kedua pandangan pro maupun konntra seputar pencabutan hak politik bagi mantan napi itu perlu disikapi secara serius mengingat kaitannya dengan hak asasi seseorang yang diatur dalam hukum di Indonesia.

“Setidaknya ada dua perspektif yang saling tarik-menarik mengenai hal ini. Di mana ada perspektif hukum dan perspektif Hak Asasi Manusia (HAM),” kata Firman yang juga Ketua Umum Persatuan Advokat Indonesia (Peradin) itu sebagaimana dikutip dari pernyataannya di channel Youtube FW Legal Voice yang tayang pada Jumat (26/7).

Tidak hanya itu, Ketua Umum Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (MAHUPIKI) itu juga menyebut adanya kontroversi regulasi mengenai hak politik eks napi ini.

“Utamanya regulasi terkait Pemilihan Kepala Daerah, UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, KUHP dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK),” terang Firman.

Staf Ahli Bidang Hukum Wakil Presiden Republik Indonesia itu menilai kontroversi seputar pencabutan hak politik bagi napi ini memang penuh dilematis ditinjau dari berbagai perspektif yang ada.

“Di satu sisi tidak ada hak asasi manusia yang dapat dikurangi, ataukah di sisi lain ada juga Undang-Undang yang mengatur tentang tata pemerintahan bersih yang menerapkan prinsip-prinsip anti korupsi menjadi bagian penting. Sehingga di dalam penerapan antara pidana pokok dan pidana tambahan menjadi jelas. Termasuk adanya putusan MK yang mewajibkan atau mengumumkan kepada setiap terpidana untuk menyampaikan kepada publik secara terbuka kalau dirinya menjadi terpidana tindak pidana korupsi,” bebernya.

Tampilkan Semua
IKUTI BERITA LAINNYA DIGOOGLE NEWS

Berita Terkait

Exit mobile version