Palangkaraya, Kalimantan Tengah merupakan salah satu kota dengan bentang alam unik yang didominasi hutan tropis, sungai, dan rawa-rawa. Terletak di tengah Pulau Kalimantan, kota ini memiliki luas wilayah sekitar 2.678,51 km² dan dilintasi Sungai Kahayan yang menjadi urat nadi transportasi dan kehidupan masyarakat.
Melansir https://pafipalangkarayakota.org, Secara demografis, populasi Kota Palangka Raya mencapai sekitar 300.000 jiwa (2023), dengan kepadatan penduduk rendah (112 jiwa/km²) dan sebaran yang tidak merata—mayoritas terkonsentrasi di wilayah perkotaan seperti Kecamatan Pahandut dan Jekan Raya.
Masyarakatnya multietnis, didominasi suku Dayak, Banjar, dan Jawa, yang hidup dalam kerukunan dengan adat istiadat yang masih kental, seperti ritual Mantar (syukuran panen) dan festival budaya tahunan.
Di bidang kesehatan, Kota Palangka Raya menghadapi tantangan multidimensi. Akses layanan kesehatan masih terbatas di daerah terpencil akibat kondisi geografis yang sulit, seperti jalan berlumpur dan ketergantungan pada transportasi sungai. Kesenjangan kesehatan antar wilayah juga mencolok seperti fasilitas kesehatan di pusat kota seperti Rumah Sakit Umum Doris Sylvanus jauh lebih lengkap dibandingkan puskesmas di Desa Tangkiling atau Bukit Batu, yang minim alat diagnostik dan tenaga medis.
Urgensi Sistem Kesehatan Masyarakat yang Berkelanjutan
Sistem kesehatan yang berkelanjutan didefinisikan sebagai sistem yang mampu memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang, dengan memadukan aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Di tingkat global, tantangan seperti perubahan iklim memperparah risiko kesehatan di Palangkaraya. Di sisi lain, pertumbuhan populasi dan urbanisasi tidak terencana berpotensi memperluas permukiman kumuh, yang rentan terhadap sanitasi buruk dan penyakit menular.
Inisiatif PAFI Palangkaraya
Edukasi Masyarakat
PAFI Palangkaraya meluncurkan program edukasi untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang penggunaan obat yang rasional. Program ini menyasar kelompok rentan seperti ibu rumah tangga, lansia, dan masyarakat di daerah terpencil.
Peningkatan Kapasitas Anggota PAFI
PAFI Palangkaraya menyelenggarakan Pelatihan Green Pharmacy , dengan materi seperti pengelolaan limbah B3, penggunaan energi terbarukan di apotek, dan formulasi obat herbal berbasis tanaman lokal (misalnya pasak bumi).
Upaya Pengendalian Resistensi Antimikroba di Tingkat Kota
Sebagai bagian dari Tim Pengendalian Resistensi Antimikroba (PRA) Kota Palangka Raya, anggota PAFI aktif mengadvokasi penggunaan antibiotik bijak di apotek dan klinik. Inisiatif konkretnya meliputi:
- Pemantauan Resep Antibiotik: TTK di apotek anggota PAFI wajib memverifikasi resep antibiotik dan menolak permintaan tanpa indikasi medis jelas.
- Kampanye “Antibiotik Bukan Solusi”: Sosialisasi melalui spanduk di fasilitas kesehatan dan media sosial tentang bahaya resistensi.
- Pelatihan Apoteker: Workshop tentang antimicrobial stewardship bersama Dinas Kesehatan dan IDI setempat.
Tantangan dan Strategi dalam Mewujudkan Keberlanjutan
Keterbatasan Sumber Daya dan Infrastruktur
Keterbatasan anggaran dan minimnya alat pengolah limbah farmasi menjadi hambatan utama. Untuk mengatasinya, PAFI membangun kemitraan dengan PT Bio Farma dalam program CSR penyediaan incinerator mini dan pelatihan teknis.
Kesadaran dan Partisipasi Masyarakat
PAFI menggunakan pendekatan budaya dengan melibatkan tokoh adat Dayak dalam kampanye kesehatan. Misalnya, di Desa Banturung, dukun (balian) dilibatkan dalam sosialisasi imunisasi menggunakan cerita rakyat.
Koordinasi Lintas Sektor
PAFI Palangkaraya menjalin koordinasi dengan Dinas Kesehatan, Dinas Lingkungan Hidup, LSM, dan swasta.
Pengukuran Dampak dan Evaluasi Keberlanjutan Program
PAFI menggunakan metode Sustainability Scorecard yang memantau indikator seperti volume limbah terkelola, persentase apotek ramah lingkungan, dan jumlah partisipan edukasi. Evaluasi triwulanan dilakukan dengan melibatkan akademisi untuk rekomendasi perbaikan.
PAFI Kota Palangka Raya telah membuktikan diri sebagai pionir dalam mengintegrasikan prinsip keberlanjutan ke dalam layanan kefarmasian. Melalui inisiatif seperti pengelolaan limbah obat dan edukasi berbasis budaya, mereka berkontribusi signifikan pada ketahanan sistem kesehatan. Dengan potensi sumber daya alam dan kolaborasi multisektor, Palangka Raya dapat menjadi model kota berkelanjutan di Kalimantan. PAFI diharapkan terus memperkuat perannya sebagai katalisator perubahan melalui inovasi dan advokasi kebijakan.
Sejarah PAFI
Persatuan Ahli Farmasi Indonesia (PAFI) adalah sebuah organisasi profesi yang berdiri pada tanggal 13 Februari 1946 di Yogyakarta. PAFI berfungsi sebagai wadah bagi tenaga ahli farmasi, termasuk Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK), untuk berkontribusi dalam pembangunan kesehatan masyarakat di Indonesia. Ahli farmasi Indonesia memiliki peran penting dalam sejarah bangsa, tidak hanya dalam pelayanan kesehatan sehari-hari, tetapi juga dalam perjuangan kemerdekaan dan pembangunan nasional. PAFI terus berkomitmen untuk menjadi garda terdepan dalam sektor farmasi, serta berupaya menghadapi tantangan masa depan dengan inovasi dan pengabdian.
Tujuan utama PAFI adalah untuk meningkatkan pelayanan farmasi di Indonesia melalui pengembangan profesionalisme anggota serta penyebaran informasi terkait praktik dan kebijakan farmasi. Selain itu, PAFI juga memiliki tujuan untuk memperjuangkan kepentingan apoteker dalam peningkatan akses masyarakat pada obat yang aman, efektif, dan berkualitas. Dengan tujuan tersebut, PAFI berupaya menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pengembangan IPTEK dalam bidang farmasi.